Jakarta– Upaya mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia akan terwujud bila guru-guru berkualitas dan sejahtera. Karena itu, penting menempatkan guru sebagai inti pembangunan pendidikan nasional. Di sisi lain, profesi guru memerlukan keahlian yang spesifik, sehingga negara wajib memastikan kualitas pendidikan guru, penyelarasan kebijakan, serta kondisi kerja yang lebih mendukung.
Dilandasi keyakinan itu, Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Atip Latipulhayat, menegaskan, penguatan profesi guru dan perbaikan tata kelola pendidikan adalah fondasi utama untuk mewujudkan pemerataan mutu pendidikan di seluruh Indonesia.
Atip menyampaikan hal itu saat menjadi pembicara kunci sekaligus menutup secara resmi Seminar Go Public Fund Education Campaign: Quality Education for All yang diselenggarakan Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI), di Gedung Guru Indonesia, Rabu (10/12).
Dikatakan Atip, pemerintah tengah memperkuat ekosistem pendidikan nasional melalui berbagai langkah strategis, termasuk penataan kembali peran LPTK, perbaikan regulasi terkait kewenangan pusat dan daerah, serta peningkatan kompetensi pendidik.
“Jumlah guru kita sebenarnya mencukupi, namun distribusinya masih harus kita kawal agar penempatan guru lebih efektif,” ujar Atip.

Menurut Atip, Indonesia termasuk negara yang secara eksplisit menetapkan anggaran pendidikan minimal 20 persen dalam konstitusi. Tantangannya, lanjut Atip, memastikan kemampuan pemerintah daerah dalam memenuhi standar tersebut.
Seminar tersebut dihadiri langsung oleh lebih dari 200 anggota PGRI dengan ratusan lainnya bergabung secara daring dari seluruh Indonesia. Narasumber dalam seminar itu, selain Atip Latipulhayat dan Unifah Rosyidi, juga hadir Simrin Singh, Direktur Kantor Negara Organisasi Buruh Internasional (ILO) untuk Indonesia dan Timor-Leste, Gunawan Zakki, Pejabat Profesional Nasional Bidang Pendidikan di Kantor UNESCO Jakarta, Jamaluddin, Kepala Kantor Pendidikan Provinsi Banten, Indonesia. Selain itu, juga dihadiri perwakilan dari organisasi anggota Education International (EI) lainnya – Serikat Pendidikan Australia, Serikat Guru Jepang, Serikat Guru Swedia, dan Serikat Pendidikan Norwegia.
Harapan PGRI
Sebelumnya, Ketua Umum PB PGRI, Unifah Rosyidi, menekankan pentingnya skema gaji guru oleh pemerintah pusat, serta perlunya mengurangin beban administratif yang menghambat kualitas mengajar.
“Kami ingin anggaran pendidikan digunakan murni untuk pendidikan. Kesejahteraan bukan hanya soal anggaran, tapi juga rasa aman dan kenyamanan dalam bekerja,” ujar Unifah.
Senada dengan Atip, Unifah mengakui, Indonesia termasuk salah satu negara yang berani mengalokasikan 20% anggaran nasional untuk pendidikan. Tantangan saat ini, katanya, memastikan bahwa 20% anggaran pendidikan itu sepenuhnya dialokasikan ke Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah agar manfaatnya langsung berdampak pada pembelajaran siswa, bukan dialokasikan ke kementerian lain.
PGRI, tambah Unifah, mendesak pemerintah dan semua mitra pembangunan untuk memastikan ketersediaan guru yang cukup di seluruh Indonesia dan pembelajaran berkualitas bagi semua anak, di semua wilayah, tanpa kecuali.
“Ketika guru hadir, dihormati, dan diberdayakan, masa depan Indonesia berdiri di atas fondasi yang kokoh,” tegasnya.
Pentingnya tata kelola, anggaran dan apresiasi guru
Angelo Gravrielatos dari Education Internasional mengungkapkan, berbagai negara menghadapi bukan sekadar krisis pendidikan, tetapi juga perencanaan kebijakan pendidikan, terutama tata kelola pendidikan yang lebih tepat dan berbasis data.
Jamaluddin, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Banten menegaskan bahwa peningkatan kualitas pendidikan hanya dapat dicapai melalui investasi yang memadai. Sementara itu Gunawan Zakki dari UNESCO Jakarta mengajak peserta seminar melihat pendidikan secara lebih menyeluruh, melampaui kompetensi kognitif menuju penguatan ekoliterasi, perdamaian, dan kewarganegaraan global, bahkan membuka ruang bagi pendekatan “Edu-theology”.

Sedangkan Simrin Singh, Direktur Kantor Negara Organisasi Buruh Internasional (ILO) untuk Indonesia dan Timor-Leste, menekankan pentingnya pengakuan profesi guru.
“Guru harus dihargai, diakui, dan diberi penghargaan yang layak sebagai profesi yang berperan vital dalam pembangunan bangsa, “ujarnya.
Sementara itu, Direktur Asia-Pasifik Education International (EI), Anand Singh, mengungkapkan, penyebab kekurangan guru telah diteliti dan didokumentasikan dengan baik oleh Panel Tingkat Tinggi PBB (UNHLP) tentang Profesi Mengajar dan memuat laporan, bahwa kekurangan guru disebabkan oleh investasi yang tidak memadai dalam guru.