Jakarta– Berada di puncak sebuah bukit, SMA 1 Ulugawo, Kabupaten Nias, Sumatera Utara, jauh dari pemukiman yang ada di bawah bukit. Hanya kendaraan roda dua yang bisa mencapai sekolah tersebut. Bila memakai mobil, maka harus parkir di pemukiman terdekat yang berjarak sekitar 3-4 kilometer dan perjalanan selanjutnya memakai kendaraan roda dua.
Kondisi jalan menuju sekolah berkerikil dan batu-batu diselingi tanjakan dan turunan yang lumayan ekstrem. Hanya sebagian kecil dari jalan yang beraspal, itupun sudah banyak bolong-bolongnya yang bercampur dengan kerikil, batu dan tanah. Di sepanjang jalan itu ada beberapa jembatan kecil yang terbuat dari kayu, bahkan ada jembatan yang hanya merupakan susunan kayu gelondongan yang mudah tergeser. Bila musim hujan tiba, beberapa ruas jalan nyaris tak bisa dilalui karena penuh lumpur, apalagi di jalan dengan tanjakan dan turunan ekstrem. Kalaupun tidak berlumpur, jalanan licin yang bisa berakibat motor tergelincir. Solusinya, motor terpaksa dituntun.
Di SMA itulah Warman Zai mengajar mata pelajaran Bahasa Inggris. Warman memang asli warga Ulugawo. Setelah lulus tahun 2015 dari Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Nias Selatan yang kini jadi Universitas Niha Raya (UNIRA) Nias Selatan, Warman sempat jadi guru di SMK Swasta Dharma Kasih Kecamatan Teluk Dalam, Nias Selatan. Namun, dengan motivasi ingin memajukan masyarakat di tanah kelahirannya, pada tahun 2017, Warman melanjutkan pengabdiannya sebagai guru honorer di SMA 1 Ulugawo.
Meskipun telah menjadi guru selama 8 tahun, pria yang sudah punya anak berusia 1 tahun ini masih berstatus sebagai guru honorer. “Kemarin tidak ikut PPPK karena belum ada formasi untuk guru Bahasa Inggris,”ujarnya saat ditemui Tim Puslapdik di sekolahnya.
Tahun 2019, Warman memperoleh bantuan dari pemerintah berupa Tunjangan Khusus Guru (TKG) karena berprofesi sebagai guru di Kabupaten Nias yang masuk kategori daerah khusus sesuai Kepmendikbudristek No. 160/P/2021 Tentang Daerah Khusus Berdasarkan Kondisi Geografis dan Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2020 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2020-2024.
Setelah memperoleh TKG, Warman semakin semangat dalam mengajar dan meningkatkan kompetensinya dengan mengikuti sosialisasi, pelatihan dan workshop sesuai bidang studinya. Tahun 2022, Warman mengikuti Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) di Universitas Negeri Medan dan memperoleh sertifikat pendidik bidang pendidikan bahasa Inggris. Usai menyelesaikan PPG, di tahun yang sama pula Warman memperoleh Tunjangan Profesi Guru (TPG).
Warman bersyukur, dengan memperoleh TKG dan TPG tersebut, kesejahteraan keluarganya juga tercukupi, apalagi istrinya juga mengabdi di SMA yang sama, walaupun juga masih honorer, sebagai Kepala Tata Usaha
“Dengan TKG dan TPG, saya bisa memfasilitasi kebutuhan keluarga, kebutuhan gizi anak dan mendukung profesi saya sebagai guru dengan melengkapi sarana pembelajaran pribadi, seperti buku-buku, laptop dan sebagainya, “tutur Warman.
Di luar kegiatan sebagai guru di sekolah, Warman juga melakukan pengabdian di daerah sekitar rumahnya. Setiap Sabtu sore, Warman mengajarkan bahasa Inggris sederhana pada anak-anak usia SD dan SMP.
“Rata-rata sepuluh orang yang ikut kegiatan saya ini, “katanya.
Baca juga : Hasil Studi : Tunjangan Khusus Memotivasi Kerja Guru di Daerah Terpencil

Perjuangan di perjalanan
Soal kondisi jalan dari rumah ke sekolah yang sekitar 4 kilometer, dikatakan Warman sudah keseharian dilakukan selama 8 tahun, apalagi Warman asli warga Ulugawo sehingga dianggap hal biasa.
“Saya tiap hari bareng istri dan anak melewati kondisi jalan seperti itu, sudah biasa, saat hujan dan jalan tidak bisa dilalui, terpaksa dituntun dan istri jalan kaki, anak saya titipkan di mertua yang dekat dengan sekolah, “katanya.
Diakui Warman, dengan kondisi jalan seperti itu, kondisi motor harus selalu dicek dan dipastikan aman.
“Tentunya harus siap anggaran masuk bengkel setiap saat, terutama dari sisi kondisi ban, rangka, dan lainnya, “ katanya.
Menurutnya, semua guru dan murid sudah terbiasa dengan kondisi jalan seperti itu. Bahkan, ada banyak murid yang jalan kaki selama 2 jam lebih dari rumah ke sekolah, melewati hutan, ladang dan sungai. Bagi murid dan guru wanita, biasanya selalu pergi atau pulang secara rombongan untuk mengantisipasi berbaga kemungkinan di perjalanan.
“Mungkin motor mogok, ban bocor atau lainnya atau bila hujan, namun kami bersyukur, di daerah kami ini tidak ada tindak kejahatan yang mengancam keamanan murid wanita walau harus melewati hutan dan ladang yang sepi, “ucap Warman.
Menurut Warman, murid-murid di SMA 1 Ulogawo berasal dari desa-desa di sekitar bukit, bahkan ada murid yang bertempat tinggal di dekat perbatasan dengan Kabupaten Nias Selatan. Hal itu karena, hanya ada satu SMA di Kecamatan Ulugawo. Walaupun ada juga SMK negeri di dekat kantor Desa Fatodano, namun terlalu jauh dijangkau oleh murid dari desa-desa di sisi bukit lainnya.
“SMA 1 Ulugawo ini nampaknya didirikan sengaja di atas bukit agar bisa terjangkau oleh murid-murid dari semua sisi bukit, “ujar Warman.
Diakui Warman, dengan lokasi dan kondisi geografis SMA seperti itu, bila musim hujan, banyak murid yang tidak bisa hadir di sekolah. Karena itu, sekolah memberlakukan absensi secara fleksibel, termasuk bila ada murid yang ngantuk atau kecapean di kelas.
Dari sisi sarana dan prasarana sekolah, diakui Warman, ruangan kurang memadai sehingga pembelajaran terbatas.
“Kami butuh tambahan ruangan, termasuk ruangan lab bahasa, dan pelengkapan lainnya, kami harapkan bantuan pemerintah untuk lebih memperhatikan sekolah di daerah 3T terkait kelengkapan sarana dan prasarana sekolah, “ujarnya.
Baca juga : Perjuangan Diana Cristiana Da Costa Ati Mengajar di Pedalaman Papua

Tunjangan meningkatkan kompetensi guru
Kepala Sekolah SMA 1 Ulugawo, Armansyah Barus, mengatakan, tenaga pendidik di sekolahnya ada sebanyak 19 orang dengan komposisi ada delapan orang guru ASN dan sisanya, yakni 11 orang guru non-ASN. Dari 11 orang guru non-ASN, sudah ada delapan orang yang memperoleh bantuan TPG dan TKG.
“Tinggal tiga orang guru yang belum memperoleh tunjangan karena mereka baru mengantongi SK dari sekolah, sedangkan untuk memperoleh tunjangan harus memiliki SK dari kepala daerah, padahal berdasarkan edaran dari Kementerian PAN dan RB, mulai tahun 2024 lalu, kepala daerah dilarang mengeluarkan SK guru honorer, kami butuh kepastian tentang hal itu untuk kesejahteraan tiga orang guru tersebut, “paparnya.
Diakui Barus, guru yang sudah memperoleh TKG dan TPG memiliki tingkat kompetensi yang lebih baik dari guru yang belum memperoleh tunjangan.
“Dengan menerima tunjangan TKG dan TPG, sangat mempengaruhi semangat dan meningkatkan kualitas mereka dalam melakukan Kegiatan belajar dan mengajar, “ tegasnya.