Jakarta– Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) bekerja sama dengan seluruh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) akan memberikan penguatan materi tentang keberagaman murid dan diferensiasi pembelajaran kepada para mahasiswa yang akan menjadi guru pada program Pendidikan Profesi Guru (PPG) . Materi tersebut diberikan agar mahasiswa mampu merancang pembelajaran yang adaptif. Selain itu, LPTK juga memberikan pelatihan bagi dosen dan guru pamong untuk mendampingi mahasiswa dalam menghadapi berbagai konteks keragaman di kelas secara efektif.
Pemberian materi tersebut merupakan salah satu bentuk transformasi PPG dan merupakan
langkah strategis serta wujud komitmen Kemendikdasmen dalam membangun sistem pendidikan nasional yang inklusif, adil, dan berkualitas. Melalui penguatan materi tentang keberagaman murid dan diferensiasi pembelajaran tersebut, PPG tidak hanya melahirkan guru yang unggul secara akademik, tetapi juga memiliki kompetensi mengajar yang mampu merangkul keberagaman peserta didik.
“LPTK berperan dalam menyiapkan calon guru yang profesional dan kompeten untuk mendidik di tengah keberagaman. Kolaborasi antara pemerintah, LPTK, dan mitra pembangunan seperti KPGIA memperkuat ekosistem pendidikan guru yang mampu menjawab tantangan masa depan, di mana setiap anak, tanpa terkecuali, berhak mendapatkan pendidikan yang bermakna,” tegas Direktur Jenderal Guru, Tenaga Kependidikan, dan Pendidikan Guru, Nunuk Suryani, dalam Webinar Nasional bertajuk “Mendorong Pendidikan Inklusif melalui Transformasi Pendidikan Guru” minggu lalu.
Webinar tersebut diselenggarakan oleh Direktorat PPG Kemendikdasmen melalui Kerja Sama dengan Pendidikan Guru Indonesia-Australia (KPGIA), serta didukung oleh Program Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia, sebuah kemitraan pendidikan antara pemerintah Indonesia dan Australia.

foto-foto : Pinterest
Menyiapkan guru profesional
Menurut Direktur Pendidikan Profesi Guru (PPG) Kemendikdasmen, Ferry Maulana Putra, Direktorat PPG memegang peran strategis dalam menyiapkan guru profesional yang memiliki kompetensi menyeluruh untuk mendidik semua peserta didik, termasuk anak-anak dengan kebutuhan khusus. Dalam transformasi Program PPG ini, nilai-nilai inklusivitas diintegrasikan ke dalam seluruh proses pembelajaran, menjadikan setiap mata kuliah, praktik mengajar, dan interaksi akademik sebagai ruang yang ramah keberagaman.
“Peran strategis ini merupakan penjabaran visi Kemendikdasmen untuk menghadirkan Pendidikan Berkualitas untuk Semua,” jelas Ferry.
Prof. Danielle Tracey dari Western Sydney University, Australia, yang menjadi narasumber dalam webinar itu berbagi pengalaman dalam membangun sistem pendidikan guru berorientasi inklusi. Tracey menekankan bahwa pendidikan inklusif adalah fondasi bagi sistem pembelajaran yang adil dan merata.
“Calon guru perlu menguasainya agar mampu menciptakan lingkungan belajar yang mendukung semua siswa, termasuk mereka dengan kebutuhan khusus,” terangnya.
Lebih lanjut, Tracey mengungkapkan, upaya untuk membangun pendidikan yang inklusif bisa dijalankan dengan beberapa pendekatan, yaitu bergerak dari model medis ke model sosial dengan prinsip kesetaraan, penerapan Universal Design for Learning (UDL), berfokus pada murid dan bukan pada jenis disabilitasnya, serta mengedepankan pendekatan berbasis kekuatan.
Dengan memahami prinsip-prinsip tersebut, lanjut Tracey, guru dapat merancang pembelajaran yang responsif terhadap keragaman siswa. Tracey menekankan, bahwa pendekatan ini bukan hanya soal empati, tetapi juga keterampilan profesional dalam mengidentifikasi kebutuhan, merancang strategi, dan berkolaborasi.
“Pendidikan inklusif memperkuat peran guru sebagai agen perubahan sosial yang mendorong partisipasi aktif dan kesetaraan kesempatan bagi semua anak di sekolah,” tambahnya.

Pendekatan triple Helix
Narasumber lain, yakni Dr. Martadi dari Universitas Negeri Surabaya (UNESA) menambahkan, kolaborasi antara akademisi, dunia industri, dan pemerintah menjadi kunci dalam mendukung pendidikan inklusif melalui pendekatan triple helix.
Dalam penguatan materi tentang keberagaman murid dan diferensiasi pembelajaran itu, LPTK berperan dalam menyiapkan guru yang kompeten dan berjiwa inklusif, sementara KPGIA menyediakan dukungan inovasi, jejaring, dan sumber daya. Sedangkan Direktorat Jenderal GTKPG menjadi pengikat kebijakan nasional yang menyelaraskan langkah ketiga pihak.
Kolaborasi antara Direktorat Jenderal GTKPG, KPGIA, dan LPTK bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan guru agar mampu menghadapi tantangan pembelajaran yang semakin personal dan berbasis teknologi. Kolaborasi dilakukan melalui berbagai program seperti webinar, konferensi, kuliah bersama, riset kolaboratif, mobilitas mahasiswa, dan studi banding. Melalui kolaborasi tersebut, diharapkan guru di masa mendatang tidak hanya menjadi pengajar, tetapi juga fasilitator, motivator, dan konselor yang mampu membangun lingkungan belajar inklusif.
“Triple helix mendorong transformasi pendidikan yang adaptif dan berkelanjutan, menjadikan guru sebagai aktor utama dalam menciptakan sistem pendidikan yang merangkul keberagaman dan potensi setiap anak. Kolaborasi lintas sektor ini menjadi fondasi penting dalam mewujudkan pendidikan inklusif di Indonesia,” kata Martadi.
Mahasiswa peserta PPG di seluruh LPTK akan mendalami strategi integrasi nilai-nilai inklusif ke dalam kurikulum dan Program PPG, serta merumuskan rekomendasi kebijakan untuk mendukung implementasi Pendidikan Inklusif secara nasional.