Jakarta- Penyaluran bantuan yang tepat sasaran menjadi salah satu dari tujuh strategi dalam Percepatan Wajib Belajar 13 tahun, yakni 1 tahun di pendidikan prasekolah dan 12 tahun di jenjang pendidikan dasar dan menengah. Penyaluran bantuan yang tepat sasaran itu meliputi pemberian bantuan afirmasi bagi peserta didik, pemberian bantuan operasional kepada satuan pendidikan dan pemberian beasiswa prestasi akademik dan nonakademik.
Percepatan Wajib Belajar 13 tahun ini merupakan salah satu dari tujuh arah kebijakan pemerintah Indonesia menuju Indonesia Emas 2045 yang tertuang dalam Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2025-2045 yang diluncurkan Bappenas minggu lalu.
Harus diakui, bahwa sampai tahun 2023, bantuan pendidikan berupa Bantuan Operasional Sekolah(BOS), Bantuan Operasional Pendidikan (BOP), Program Indonesia Pintar (PIP) dan jenis-jenis bantuan pendidikan lainnya di jenjang SMA/SMK/MA/ dan yang sederajat, telah berhasil menaikkan Angka Partisipasi Kasar (APK) dari 34,82 persen di tahun 2010 menjadi 75,89 persen di tahun 2023.
Namun, diakui juga, bahwa exclussion error atau kesalahan data masih tergolong tinggi. Indikasinya, sampai tahun 2023 diketahui sebanyak 1, 3 juta siswa dari 25 persen kelompok termiskin tidak bersekolah. Kemendikbudristek juga memiliki data, bahwa sampai tahun 2023, ada sebanyak 198,6 ribu siswa SMP dan sederajat tidak lanjut ke SMA/SMK/MA dan sederajat dan 95,1 ribu siswa sekolah dasar tidak lanjut ke SMP dan sederajat.

Baca juga : Harapan Nadiem Pada Ketiga Menteri Pengganti
Percepatan Wajib Belajar 13 tahun yang dicanangkan pemerintah itu bertujuan untuk memenuhi indikator tingkat penyelesaian pendidikan jenjang SMA/SMK/MA/yang sederajat mencapai 75,33 persen di tahun 2045 yang pada tahun 2023 lalu baru mencapai 66,79 persen. Selain itu, juga bertujuan agar rata-rata lama sekolah (RLS) penduduk usia 15 tahun ke atas mencapai 12 tahun dan harapan lama sekolah (HLS) 14,8 tahun. Data Kemendikbudristek, tahun 2023 ini, RLS baru mencapai 9,13 tahun dan HLS 13,32 tahun.
Peta Jalan Pendidikan Indonesia itu menyebutkan, melalui Peningkatan APK, RLS dan HLS tersebut diharapkan kualifikasi SDM Indonesia di tahun 2045 yang lulusan SMA/SMK/MA/sederajat mencapai 45,55 persen, dimana pada tahun 2022 lalu baru mencapai 29,97 persen.
Selain penyaluran bantuan yang tepat sasaran untuk percepatan Wajib Belajar 13 tahun, strategi lain yang akan digalakkan pemerintah sampai tahun 2045 antara lain peningkatan sarana dan prasarana pendidikan berkualitas, penyediaan tenaga pendidikan dan tenaga kependidikan yang berkualitas, serta pencegahan dan penanganan anak tidak sekolah.
Dari sisi pendidik dan tenaga kependidikan, pemerintah juga akan merestrukturisasi kewenangan pengelolaan guru. Hal guna kemudahaan mobilitas guru antar daerah, memenuhi kebutuhan guru, dan penggantian guru yang pensiun. Selain itu juga melakukan penguatan Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK) dan revitalisasi Program Profesi Guru (PPG).

Peta Jalan Pendidikan 2025-2045 itu sendiri berjalan dalam empat pilar, yakni akses pendidikan berkeadilan, mutu pendidikan yang holistik dan kontekstual, relevansi pendidikan dengan tujuan pembangunan nasional, dan tata kelola pendidikan yang partisipatif dan akuntabel.
Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2025-2045 merupakan hasil kolaborasi Kementerian PPN/ Bappenas dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Kementerian Agama (Kemenag), dan mitra pembangunan, seperti Department of Foreign Affairs and Trade Australia melalui Program Inovasi dan Tanoto Foundation.
Pada peluncuran Peta Jalan Pendidikan Nasional 2025-2045 ini, Menteri PPN/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, menegaskan peta jalan merupakan komitmen pemerintah untuk memberikan acuan strategis bagi kementerian/lembaga/daerah, serta pemangku kepentingan lainnya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.