Jakarta– Program Afirmasi Pendidikan Menengah (ADEM) menjadi awal perjuangan bagi banyak murid dari pelosok nusantara untuk meraih mimpi dan cita-cita memajukan taraf hidup dan memajukan daerah.
Salah satu contoh murid tersebut adalah Nia Novita Guam. Alumnus SMP YPK Sion Tanah Merah, Boven Diguel, Papua Selatan, itu, mengikuti ADEM Papua 2025 karena prihatin atas kondisi pendidikan di daerahnya.
“Anak-anak di Boven sulit belajar, tidak bisa membaca dan berhitung karena tidak ada guru, Boven itu kekurangan banyak guru, banyak orang tua mengeluh dan bertanya dalam hati, adakah guru yang bisa mengajarkan anak-anak kami belajar membaca dan berhitung, ” kata Nia saat berkesempatan melakukan dialog dengan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, dalam acara Peluncuran Masa Pengenalan Lingkungan Satuan Pendidikan (MPLS) Ramah, di Jakarta, 11 Juli 2025 lalu.
Beruntunglah Nia bisa bersekolah dan belajar, bahkan berprestasi sehingga terpilih menjadi peserta ADEM. Nia Berkesempatan menjadi murid di SMK Negeri 10 Tangerang, Banten. Melalui ADEM, Nia meniti langkah menggapai cita-citanya menjadi guru.
“Saya ingin jadi guru supaya besok-besok saya bisa mengajarkan adik-adik dan teman-teman saya di Boven untuk membaca, menulis, dan berhitung, “ ujarnya.
Boven Diguel, tempat Nia dilahirkan, merupakan wilayah yang dikenal sebagai tempat pengasingan tokoh-tokoh perjuangan Indonesia, antara lain Wakil Presiden pertama Indonesia, Moh. Hatta, dan PM Indonesia (1945-1947), Sutan Syahrir pada masa Hindia Belanda. Butuh waktu perjalanan darat sekitar 8-9 jam dari Boven Diguel menuju Ibukota Propinsi Papua Selatan, Merauke. Sementara perjalanan lewat udara hanya satu kali dalam sehari dan butuh waktu tempuh sekitar 45 menit.

Baca juga : Disaksikan Api Unggun, Siswa ADEM Siap Menjadi Pembelajar Sepanjang Hayat
Mencoba meraih mimpi melalui ADEM juga dilakukan Nurul Hidayah, lulusan dari Community Learning Center (CLC) FGV Sahabat, Sabah, Malaysia. Remaja putri yang dipanggil Dayah itu berkesempatan mengikuti ADEM Repatriasi dan menikmati bangku SMA di SMAS Plus Permata Insani Islamic School, Tangerang, Banten.
“Saya ingin jadi dokter dan kuliah di Universitas Indonesia, saya ingin bisa membantu banyak orang lain untuk terus sehat dan kuat. “ujarnya.
Dayah mengaku bersyukur dapat mengikuti ADEM di tengah kondisi pendidikan yang memprihatinkan di kotanya di Sabah. Menurut anak bungsu dari orang tua petani kelapa sawit ini, di Sabah ada sebanyak 43 CLC. Namun, banyaknya CLC itu tidak seimbang dengan ketersediaan guru pengajar.
“Di Sabah itu kekurangan guru, di CLC FGV tempat saya belajar, ada guru yang ngajar dari jam 6 pagi sampai jam 5 sore, ngajar SD juga SMP, setiap hari karena ngga ada guru lain, “paparnya.
CLC FGV berada di Lahad Datu, Tawau, Malaysia. Dikatakan Dayah, perjalanan dari Tawau menuju Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK) di Sabah itu sekitar 11 jam dengan menggunakan bus.
“Perjalanan saya luar biasa, dari FGV Sahabat ke SIKK itu 11 jam naik bis, terus terbang ke Kuala Lumpur baru ke Jakarta, butuh waktu 2 hari dari kota saya ke Jakarta, “ujarnya.
Dari Sabah juga ada Mohamad Apil, alumnus CLC Ladang Lumadan Beaufort. Apil mengungkapkan mimpinya menjadi seorang ahli robotik. Baginya, kemajuan teknologi harus membawa manfaat yang baik untuk Indonesia, salah satunya dengan penciptaan robot.
“Melalui robot, saya ingin Indonesia maju dan modern, “ungkapnya.
Beaufort berada di pedalaman, berjarak 92 kilometer ke arah selatan dari Kota Kinabalu. Senada dengan Dayah, Apil mengakui minimnya guru dan fasilitas pendidikan di Beafort.
Harapan lain melalui ADEM juga diungkapkan Fernando Suebu, alumnus SMP Negeri 2 Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua.
“Saya punya cita-cita jadi menteri pendidikan seperti Bapak (Abdul Mu’ti, “ tegasnya.
Nando, demikian nama panggilannya, kerap berkunjung ke Papua pedalaman dan merasa prihatin karena banyak anak-anak seusianya yang tidak mempunyai kesempatan untuk bersekolah seperti dirinya di Jayapura.
“Banyak yang mempunyai mimpi besar tapi dibatasi oleh kesempatan yang kecil, “ungkap Nando yang ditempatkan di SMAS Plus Permata Insani Islamic School, Tangerang.
Karena itu, Nando ingin jadi menteri supaya bisa memperbesar kesempatan menikmati akses pendidikan bagi anak-anak Papua pedalaman.
“Mimpi saya, supaya mereka yang mempunyai mimpi yang besar itu jangan pernah berhenti untuk bermimpi meskipun kesempatannya kecil, “pukasnya.
Nando juga percaya, jika mau meningkatkan suatu negara, pendidikannya harus ditingkatkan untuk menciptakan orang-orang yang cerdas.
“Untuk menuju Indonesia Emas 2045, pendidikan di Indonesia harus ditingkatkan, saya mau anak-anak Papua yang lain bisa mengikuti program ADEM ini, “lanjutnya.

Melalui ADEM, Nando bermimpi untuk bisa membangun negara Republik Indonesia.
”Bukan hanya membangun Papua, tetapi seluruh negara, “ucapnya.
Baca juga : BU Kemendikdasmen 2025 Telah Dibuka Mulai Jenjang S1 sampai S3
Cita-cita itu doa
Mengomentari mimpi dan cita-cita murid ADEM tersebut, Abdul Mu’ti berharap tidak boleh berhenti bercita-cita, apapun keterbatasan yang dihadapinya.
“Kalian harus percaya diri bahwa kalian bisa, ketika sudah memilih cita-cita, yakinlah bahwa kalian bisa mewujudkannya, “kata Abdul Mu’ti.
Dengan menggunakan pendekatan spiritual, lanjut Abdul Mu’ti, cita-cita itu merupakan niat yang dengan niat itu senantiasa bermohon kepada Tuhan agar dimudahkan dalam mencapai cita-cita.
“Dalam ilmu psikologi, terutama ilmu neuroscience, cita-cita yang kita katakan kepada diri kita itu merupakan energi yang menggerakkan otak dan DNA tubuh kita untuk bersemangat mencapai cita-cita itu, “kata Abdu Mu’ti.
Abdul Mu’ti juga mengingatkan murid ADEM untuk bersabar dalam mencapai cita-cita.
“Bersabarlah dengan berbagai macam kesulitan karena di balik setiap kesulitan, mesti ada kemudahan, setiap masalah mesti ada jalan keluar, “lanjutnya.
Abdul Mu’ti juga mengutip harapan Presiden Prabowo akan adanya minimal 1 persen anak Indonesia yang bisa memajukan 99 persen anak-anak Indonesia lainnya.
“Kalian harus bangga dengan masuk ADEM dan jadilan bagian dari 1 persen untuk memajukan anak-anak lain yang 99 persen, “pinta Abdul Mu’ti.
Menurut Abdul Mu’ti, menjadi murid ADEM merupakan permulaan menjadi anak Indonesia yang hebat.
“Kalau nanti dengan ADEM ini sukses, kalian akan diprioritaskan untuk mendapatkan beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADik) untuk bisa kuliah di kampus-kampus bagus, “katanya.