Jakarta–Menjadi guru sejati bukan hanya mengajar dengan kata-kata, tetapi juga dengan keteladanan, kesabaran, dan pengorbanan. Lenie meyakini hal itu dan melakukannya dengan penuh keikhlasan. Guru honorer di SD Negeri 1 Harapan Jaya Desa Harapan Jaya, Kecamatan Mantangai, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, itu, setiap harinya, selama lima tahun, menempuh perjalanan dari tempat tinggalnya di Desa Manusup ke sekolahnya di Desa Harapan Jaya sepanjang kurang lebih 11-12 kilometer.
Walaupun antara tempat tinggal dan sekolahnya masih di kecamatan yang sama, perjalanannya yang dilakukan dengan mengendarai sepeda motor tidak mudah bahkan sering kali menjadi penuh tantangan. Jalan yang dilalui bukanlah jalan aspal yang mulus, tetapi merupakan jalan tanah berbatu, diantaranya melewati perkebunan kelapa sawit. Banyak ruas jalan yang tidak bersahabat untuk sepeda motor. Saat musim hujan, jalan menjadi becek, licin, dan terkadang banjir.
“Jika hujan turun deras, saya harus ekstra hati-hati agar tidak terjatuh, “kata Lenie.
Bahkan, cerita Lenie, jalan yang banjir sering kali membuatnya tidak bisa pulang ke rumah. Lenie pun memilih tinggal di rumah dinas dekat sekolah.
“Saya ingin memastikan tetap bisa hadir di kelas setiap hari dan tanpa membuat anak-anak kehilangan kesempatan belajar, “jelasnya.
Baginya, setiap menit di kelas adalah kesempatan untuk menyalakan cahaya ilmu bagi generasi penerus bangsa.

Memperoleh TKG
Lima tahun sudah Lenie menjadi guru honorer dan mengampu semua mata pelajaran kecuali PJOK dan agama. Ia juga dipercaya menjadi wali kelas. Tahun 2023 lalu, Lenie bersyukur memperoleh Tunjangan Khusus Guru (TKG) karena Kecamatan Mantangai termasuk daerah khusus atau daerah 3T sesuai Kepmendikbudristek No. 160/P/2021 Tentang Daerah Khusus Berdasarkan Kondisi Geografis dan Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2020 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2020-2024.
Saat ini, Lenie sedang melakukan Ujian Kinerja (UKIN), salah satu tahapan dalam Pendidikan Profesi Guru (PPG) yang diikutinya di Universitas Borneo Tarakan. Pada UKIN itu, Lenie mencoba merancang pembelajaran, seperti menyusun RPP/ATP, media, dan asesmen. Lenie juga melakukan praktek mengajar di kelas, bagaimana guru mengelola kelas, menyampaikan materi, serta memberi kesempatan siswa untuk aktif.
“InsyaAllah sebentar lagi akan menghadapi ujian akhir dan tahun 2026 bisa memperoleh sertifikat pendidik, “harapnya.
Sebagai guru honorer, Lenie tentu saja berharap meningkatkan statusnya,baik sebagai guru ASN atau setidaknya sebagai guru PPPK.Tahun 2024 lalu, Lenie mencoba mengikuti seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan Bulan September 2025 ini memperoleh informasi, bahwa ia masuk kategori PPPK Paruh Waktu.
Lenie bersyukur memperoleh TKG karena bisa digunakan untuk mengikuti pelatihan daring, membeli buku-buku penunjang pembelajaran, serta meningkatkan akses terhadap teknologi pendidikan. TKG juga sangat membantu meringankan beban hidup di daerah terpencil, di mana harga kebutuhan pokok sering kali lebih tinggi.
“Dengan memperoleh TKG, saya bisa meningkatkan kompetensi dan lebih fokus menjalankan tugas sebagai pendidik tanpa terlalu terbebani masalah finansial, “katanya.

Pembelajaran kontekstual
Mengajar di daerah 3T tentunya memiliki tantangan tersendiri, seperti keterbatasan akses transportasi, baik bagi siswa maupun bagi guru, kurangnya sarana dan prasarana pembelajaran, serta rendahnya motivasi belajar siswa akibat faktor sosial dan ekonomi.
Dengan materi yang didapat selama mengikuti PPG, Lenie berusaha mengatasi berbagai tantangan itu. Lenie mencoba membuat pembelajaran lebih kontekstual dan berbasis proyek (project-based learning) yang disesuaikan dengan potensi lokal dengan suasana yang menyenangkan.
“Salah satunya, saya meminta siswa membuat karya dari bahan-bahan alam sekitar, sehingga mereka belajar sambil mengenal lingkungan, “katanya.
Lenie juga menggunakan metode blended learning sederhana dengan bantuan media digital jika jaringan memungkinkan.
Lenie bersyukur, orang tua siswa dan masyarakat sekitar sekolah mendukung pengelolaan sekolah, terutama dalam hal gotong royong memperbaiki fasilitas sekolah dan mendukung kegiatan-kegiatan siswa.
“Mereka juga aktif dalam forum-forum komite sekolah dan mendukung program-program literasi yang kami jalankan, “tuturnya.
Keteguhan Bu Lenie menjadi teladan bahwa seorang guru sejati bukan hanya mengajar dengan kata-kata, tetapi juga dengan keteladanan, kesabaran, dan pengorbanan.
Anak-anak yang diajarnya pun tumbuh dengan rasa kagum dan hormat. Mereka menyadari, bahwa ilmu yang mereka dapatkan penuh dengan perjuangan dan pengorbanan seorang guru.