Jakarta– Jakarta– Kemendikdasmen siapkan kerangka kebijakan pembelajaran berjenjang di wilayah terdampak bencana alam banjir dan tanah longsor di Propinsi Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Kebijakan pembelajaran berjenjang tersebut berlaku mulai dari masa tanggap darurat hingga beberapa tahun setelah bencana. Hal itu untuk memastikan keberlanjutan layanan pendidikan pascabencana.
Kebijakan pembelajaran berjenjang tersebut diungkapkan oleh Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Toni Toharudin di Jakarta, 11 Desember 2025.
Pada tiga bulan pertama, fokus diarahkan pada penyederhanaan kurikulum menjadi kompetensi minimum esensial, ketersediaan bahan belajar darurat, pembelajaran adaptif di ruang terbatas, dukungan psikososial, serta asesmen sederhana yang menekankan keamanan dan keterlibatan murid. Setelah itu, pada periode tiga hingga dua belas bulan, kebijakan diarahkan pada pemulihan kemampuan dasar murid melalui kurikulum adaptif berbasis krisis, program remedial intensif, pembelajaran fleksibel, serta asesmen transisi berbasis portofolio dan perkembangan sosial-emosional.
Selanjutnya, dalam rentang satu hingga tiga tahun, fokus kebijakan bergeser pada penguatan kembali kualitas pembelajaran, integrasi permanen pendidikan kebencanaan, penguatan pembelajaran inklusif, serta monitoring dan evaluasi jangka panjang terhadap literasi, numerasi, kehadiran, dan kesejahteraan psikososial murid.
Selain itu, Pusat Kurikulum dan Pembelajaran- BSKAP juga telah menyusun Panduan Implementasi Pendidikan Kebencanaan sebagai rujukan bagi satuan pendidikan untuk meningkatkan kewaspadaan mulai dari pra-bencana, saat terjadi bencana dan setelah bencana terjadi.
“Panduan implementasi pendidikan kebencanaan ini juga dilengkapi dengan peta kompetensi terkait kebencanaan untuk peserta didik sesuai jenjangnya. Kompetensi tersebut dapat diintegrasikan ke mata pelajaran yang relevan,” kata Toni.
Dikatakan Toni, seluruh fase pemulihan akan berjalan paralel dengan proses pembangunan kembali fasilitas pendidikan oleh pemerintah daerah dan kementerian terkait.
“Kami sudah memiliki peta jalan kebijakan pascabencana. Ini memastikan bahwa pemulihan pendidikan berlangsung berkelanjutan, tidak hanya jangka pendek tetapi juga memperkuat ketahanan sekolah di masa depan,” ujarnya.

Kebijakan pemerintah daerah
Sebelumnya, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, mengatakan, Proses pembelajaran di daerah terdampak bencana banjir dan tanah longsor ditetapkan melalui kebijakan pemerintah daerahnya masing-masing yang disesuaikan dengan kondisi wilayah serta tingkat kerusakan sekolah.
Namun Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) memastikan bahwa layanan Pendidikan dan pembelajaran tetap berjalan dengan mengutamakan keselamatan, kesejahteraan psikologis, dan keberlanjutan proses belajar murid.
“Kondisi sekolah di setiap daerah terdampak tidak sama. Karena itu, pembelajaran kami serahkan pada kebijakan Pemerintah Provinsi, Kabupaten, dan Kota. Yang terpenting adalah hak belajar murid tetap terpenuhi dan keselamatan mereka terjamin,” ujarnya.
Pola pembelajaran yang bisa diterakan, ungkap Abdul Mu’ti, mulai dari pembelajaran dengan sistem bergilir pagi atau siang, pembelajaran daring, penggabungan atau peminjaman sekolah lain, hingga pembelajaran di tenda darurat yang telah disediakan. Fleksibilitas juga diterapkan dalam menentukan mekanisme tes semester.
“Pemerintah daerah dan satuan pendidikan juga diberikan kebebasan memilih moda pembelajaran dan bentuk asesmen yang paling memungkinkan, baik dengan tetap melaksanakan tes seperti biasa, menggantinya dengan penilaian harian tanpa tes semester, maupun menggunakan aktivitas bakti sosial sebagai dasar penilaian,” ucap Menteri Mu’ti.