Jakarta– Peran guru bukan sekadar agen pembelajaran, tetapi juga agen pembangunan peradaban. Profesi guru sangat mulia karena mendedikasikan kemampuan dan waktu untuk membimbing serta memuliakan murid agar dapat tumbuh dan berkembang mencapai cita-cita mereka.
Demikian dikatakan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, pada peluncuran Bulan Guru Nasional 2025 lalu.
Apa yang dikatakan Abdul Mu’ti tersebut mengacu pada tema Hari Guru Nasional tahun 2025 yakni ‘Guru Hebat, Indonesia Kuat’. Tema ini mengingatkan kita semua, bahwa guru merupakan ujung tombak dalam membangun generasi penerus bangsa dan memberikan pendidikan yang berkualitas kepada anak-anak Indonesia.
Melalui tema tersebut, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah mengharapkan guru bukan hanya memberikan materi di kelas, namun juga menginspirasi, mendidik karakter, menanamkan nilai-nilai kebhinekaan, serta mengajarkan semangat pantang menyerah kepada peserta didiknya. Guru harus berperan sebagai pendamping dalam proses anak-anak Indonesia tumbuh menjadi pribadi yang tangguh dan berani menghadapi tantangan zaman serta menjadikan mereka menjadi manusia seutuhnya melalui teladan.
Harapan Kemendikdasmen tersebut selaras dengan filosofi yang ditanamkan Bapak Pendidikan Nasional kita, Ki Hajar Dewantara, yakni “Ing ngarsa sung tulodo, Ing madyo mangun karso, Tut wuri handayani”. Ing ngarso Sung Tulodo berarti ketika di depan memberi teladanyang baik dan benar bagi siswanya, baik sikap, perbuatan maupun pola pikirnya. Ing Madyo Mangun Karso dimaknai sebagai teman dan memberikan semangat saat berada di antara siswanya, sehingga tercipta suasana belajar yang kondusif dan nyaman. Sedangkan Tut Wuri Handayani diartikan, guru untuk selalu memberikan arahan yang baik dan benar dalam kemajuan belajar siswanya.
Melalui filosofi itu, Ki Hajar mengingatkan, guru bukan sekedar mengajarkan keilmuan, tapi juga menjadi instrumen perekat nilai-nilai kebangsaan, nasionalisme, cinta tanah air, nilai religiusitas dan spritualitas. Selain itu juga guru harus menjadi tauladan bagi siswa, menjadi orang tua yang selalu membimbing anaknya, menjadi problem solver dalam setiap sumbatan pengetahuan dan wacana bagi orang-orang di sekitarnya.
Baca juga : Lima Realisasi Program Prioritas Kemendikdasmen Terkait Guru

Asal muasal kata guru
Sejarah arti kata guru merunut dalam bahasa Sansekerta yang memiliki arti harfiah “berat” atau “Berbobot”, yang menggambarkan seorang guru memiliki tanggung jawab yang berat karena memiliki pengaruh besar terhadap peserta didik. Makna lain dari guru, seperti dikatakan Thomas R. Murray dalam Moral Development Theories – Secular and Religious: A Comparative Study (1997), bahwa guru merupakan kombinasi dari dua kata, yakni ”gu” yang berarti kegelapan dan “ru” yang artinya cahaya dan secara maknawiyah, dua kata itu diartikan sebagai cahaya yang menyingkirkan kegelapan. Jadi, lebih dari sekadar mengajarkan pengetahuan, guru juga berarti konselor (penasihat), mentor (pembimbing) yang menanamkan nilai-nilai, keteladanan, dan inspirasi (inspirator) bagi murid-muridnya. Tugas guru memang menyinari kegelapan dalam arti mendidik murid dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak baik menjadi baik, dan dari tidak beragama menjadi taat beragama.
Guru dalam berbagai agama
Guru dalam Islam berperan lebih dari sekadar penyampai ilmu; ia juga harus menjadi suri teladan, mengajarkan akhlak yang baik, dan membantu murid mencapai kebahagiaan dunia akhirat dengan mengarahkan mereka pada keimanan dan ketaatan.
Dalam agama Hindu, guru merupakan simbol bagi suatu tempat suci yang berisi ilmu (vidya) dan juga pembagi ilmu. Seorang guru adalah pemandu spiritual untuk murid-muridnya. Sedang dalam agama Buddha, guru adalah orang yang memandu muridnya dalam jalan menuju kebenaran. Murid seorang guru memandang gurunya sebagai jelmaan Buddha atau Bodhisattva.
Dalam agama Sikh, guru mempunyai makna yang mirip dengan agama Hindu dan Buddha. Namun, posisinya lebih penting lagi dikarenakan salah satu inti ajaran agama Sikh adalah kepercayaan terhadap ajaran sepuluh guru Sikh terutama Nanak Dev, pendiri agama ini. Sedangkan dalam agama kristen, guru merujuk pada sosok otoritas dan pembimbing, yang terutama dikaitkan dengan Yesus Kristus.
Di India, Tiongkok, Mesir, dan Israel menempatkan guru sejajar dengan seorang imam atau nabi. Oleh sebab itu, seorang guru sangat dihormati dan terkenal di masyarakat serta menganggap guru sebagai pembimbing untuk mendapatkan keselamatan dan dihormati bahkan lebih dari orang tua mereka.
Baca juga : Hari Guru Nasional Tahun 2025: Tantangan Guru Semakin Berat

Sementara Dalam filosofi bahasa Jawa, guru memiliki makna “digugu dan ditiru”. Digugu artinya setiap perkataan dan perbuatannya harus bisa dipertanggungjawabkan, sedangkan ditiru artinya setiap sikap dan perbuatannya pantas dijadikan tauladan bagi para peserta didik.
Tugas guru adalah mendidik, dan makna mendidik sejatinya adalah kegiatan memberikan bekal kepada anak, hal-hal yang bermanfaat bagi mereka setelah dewasa kelak. Pengertian mendidik menurut Jean-Jacques Rousseau dalam Closson (1999), mendidik adalah memberikan pembekalan yang tidak ada pada masa kanak-kanak tapi dibutuhkan pada masa dewasa. Mendidik adalah memelihara dan memberi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Mendidik dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk mengantarkan anak didik ke arah kedewasaan baik secara jasmani maupun rohani. Oleh karena itu mendidik dikatakan sebagai upaya pembinaan pribadi, sikap mental dan akhlak anak didik.
Sumber: Berbagai sumber