Jakarta– Kepala sekolah bukan sekedar pejabat administratif. Kepala sekolah harus menjadi pemimpin pembelajar yang strategis, yang tidak hanya fokus pada capaian akademik, tetapi juga peka terhadap perkembangan sosial di lingkungan sekolahnya dan masyarakat yang lebih luas.
Peran strategis kepala sekolah menjadi penting karena saat ini pendidikan menghadapi tantangan besar berupa tsunami digital dan pengaruh media sosial yang masif terhadap peserta didik.
“Nilai-nilai pendidikan yang kita tanamkan selama bertahun-tahun ditantang bahkan digugat melalui media sosial. Karena itu, kepala sekolah harus mampu menjembatani kesenjangan antara pembelajaran di kelas dengan realitas yang dihadapi anak-anak kita di luar sekolah.”
Demikian ditegaskan Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Fajar Riza Ul Haq, di Yogyakarta, beberapa waktu lalu.
Fajar selanjutnya memaparkan tiga dimensi kepemimpinan yang harus dikuasai kepala sekolah. Pertama, kepemimpinan instruktif yang memberikan arah dan visi jelas bagi pengembangan sekolah.Kepala sekolah dituntut mampu menerjemahkan visi besar pendidikan nasional menjadi program operasional yang dipahami seluruh warga sekolah. Kedua, kepemimpinan transformatif yang menekankan perubahan mindset dan perilaku, dengan tugas utama kepala sekolah mengubah pola pikir, membangun perilaku positif, serta menciptakan lingkungan belajar yang memotivasi guru dan membuat siswa bersemangat. Ketiga, kepemimpinan distributif yang menekankan kemampuan mendelegasikan kewenangan sesuai kompetensi guru, terutama dalam konteks implementasi Permendikdasmen terbaru tentang perubahan beban kinerja guru.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Guru, Tenaga Kependidikan, dan Pendidikan Guru, Nunuk Suryani, mengatakan, bahwa hasil penelitian yang dilakukan Kemendikdasmen, kepemimpinan kepala sekolah merupakan faktor paling berpengaruh kedua terhadap hasil belajar murid setelah kualitas guru. Sekolah yang dipimpin kepala sekolah visioner dan kolaboratif memiliki iklim belajar lebih sehat serta capaian belajar lebih baik. “Hal ini menegaskan pentingnya untuk menyiapkan kepala sekolah yang kompeten untuk mendorong peningkatan mutu pendidikan,” ucap Nunuk.

Mengisi kekosongan kepala sekolah
Sebagai upaya peningkatan kualitas kepala sekolah, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah melalui Balai Besar Guru dan Tenaga Kependidikan (BBGTK) DIY menyelenggarakan Pembekalan Calon Kepala Sekolah di Yogyakarta, pada minggu lalu. Kegiatan ini juga merupakan tindak lanjut peluncuran Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Permendikdasmen) Nomor 7 Tahun 2025 yang menegaskan peran kepala sekolah bukan sekadar pejabat administratif melainkan sebagai pemimpin pembelajaran strategis. Permendikdasmen itu juga merupakan dasar pelaksanaan salah satu program prioritas Kemendikdasmen yakni Program Kepemimpinan Sekolah, khususnya Pelatihan Bakal Calon Kepala Sekolah (BCKS).
Regulasi ini menjadi langkah penting untuk mempercepat pengisian kekosongan kepala sekolah secara adil, profesional, dan berbasis meritokrasi, sekaligus menyiapkan pemimpin pendidikan yang siap menghadapi tantangan zaman.
Berdasarkan data kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), pada tahun 2025 ini, ada sebanyak 10.899 kepala sekolah jenjang sekolah dasar sampai SMA dan SMK akan memasuki masa pensiun. Sementara, juga ada sebanyak 40.072 jabatan kepala sekolah belum terisi. Tiga provinsi dengan jumlah kebutuhan kepala sekolah tertinggi, yakni Jawa Barat sebanyak 7.490 orang, Jawa Tengah sebanyak 6.881 orang, dan Jawa Timur sebanyak 6.513 orang.
Dengan pembekalan ini, para calon kepala sekolah diharapkan tidak hanya unggul dalam aspek manajerial dan akademik, tetapi juga mampu memainkan peran penting dalam pembentukan karakter bangsa. Kepala sekolah dituntut untuk menghadirkan kepemimpinan yang visioner, berintegritas, serta mampu membimbing generasi muda agar menjadi warga digital yang cerdas, kritis, dan bertanggung jawab.