Jakarta– Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) telah meluncurkan Gerakan Numerasi Nasional (GNN) pada Selasa, 19 Agustus kemarin. Bersamaan dengan peluncuran GNN, juga ditampilkan beberapa praktik baik dalam pengajaran numerasi yang menyenangkan dan dekat dengan kehidupan sehari-hari. Praktik baik itu ditampilkan beberapa sekolah, organisasi kemasyarakatan dan organ pemerintah di daerah.
Melda Megawati dari Yayasan Pembina Matematika dan IPA (YPMIPA)misalnya. Ia memperkenalkan buku cerita “Rasi dan Nusa” yang dikemas untuk membantu anak-anak belajar Matematika dengan cara yang menyenangkan. Menurut Melda, pembelajaran numerasi bisa dikemas lewat cerita sehari-hari yang dekat dengan dunia anak, sehingga belajar Matematika tidak terasa kaku, melainkan sarat makna.
“Matematika bukan hanya soal angka, tapi juga tentang berpikir logis, adil, dan teratur dalam kehidupan. Dari cerita dua tokoh kakak beradik di buku ini, anak-anak tidak hanya belajar urutan bilangan, pola, dan konsep waktu, tetapi juga nilai karakter positif, seperti saling peduli dan saling membantu,” jelas Melda.
Sementara Leni Vinisah dari Sidina Community menekankan pentingnya peran ibu dalam menumbuhkan budaya numerasi di rumah. Menurut Leni, peran orang tua, terutama ibu, menjadi kunci agar numerasi dapat dipraktikkan sejak dini di rumah. Dengan kolaborasi komunitas, numerasi bisa menjangkau lintas wilayah dan latar belakang.
“Karena kami komunitas yang lebih banyak perempuan, khususnya ibu, kami menyediakan wadah webinar dan fasilitator yang terjun langsung ke sekolah, arisan, hingga komunitas. Praktik baik ini kami sebarkan lewat konten di media sosial agar bisa menjangkau masyarakat lebih luas,” ujar Leni.
Praktik baik pembelajaran numerasi juga telah dilakukan beberapa sekolah. Salah satunya adalah dari Kepala SDN 2 Munjul Majalengka. Ida Widaningsih, Kepala SDN 2 Munjul Majalengka, membagikan pengalamannya menghadirkan Taman Numerasi sebagai sarana bermain sekaligus belajar menekankan bahwa sekolah dapat menghadirkan pengalaman belajar yang ramah anak dengan memadukan permainan tradisional, numerasi bisa dihidupkan sebagai bagian dari kegembiraan sehari-hari.
“Anak-anak SD masih senang bermain, jadi saya mengusung konsep permainan tradisional seperti eklek yang diwarnai angka-angka. Dari situ, mereka belajar mengurutkan bilangan sambil tetap gembira. Kami ingin Matematika jadi sahabat, sehingga anak-anak betah di sekolah,” tutur Ida.
Sedankan di Sekolah Dasar Negeri Meruya Selatan 04 Pagi, Jakarta Barat, suasana sekolah yang ramah numerasi mampu menumbuhkan rasa ingin tahu dan semangat anak-anak.
“Di sekolah kami, numerasi dikemas melalui taman-taman numerasi di lingkungan sekolah, dengan hiasan di tembok maupun lantai. Dengan begitu, anak-anak tidak merasa bosan, guru pun lebih mudah membuat pembelajaran menarik di luar kelas,” jelasTri Susilawati, Kepala sekolah SDN Meruya Selatan 04 Pagi.
Melalui cara itu, Tri berharap harapannya agar anak-anak merasa tidak takut untuk belajar numerasi maupun matematika. “Harapan terbesar saya agar anak-anak Indonesia benar-benar tergerak dalam belajar numerasi, agar mereka tidak lagi merasa takut dengan Matematika yang selama ini dianggap momok,” ujar Tri.
Sekolah lain yang juga telah menerapkan budaya numerasi adalah SDN Tugu Selatan 03, Jakarta Utara yang mengajarkan numerasi melalui permainan tradisional. Metodenya, pembelajaran numerasi dikaitkan dengan budaya lokal yang dekat dengan kehidupan anak.
“Kalau di sekolah kami, keseharian yang saya ajarkan di dalam kelas itu bermain dengan congklak dan dempla. Dari situ anak-anak belajar menghitung, menentukan nilai tempat, sekaligus melatih logika dengan cara yang menyenangkan,” jelas Kepala Sekolah SDN Tugu Selatan 03, Nilam Sarmaria.

Sedangkan dari pihak pemerintah di daerah, praktik baik dilakukan di Kecamatan Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat. Camat Cikalong Wetan, Dadang Sapardan, menyatakan, di Kecamatan Cikalong Wetan terdapat 13 desa yang kini sedang mengembangkan taman numerasi. Melalui kolaborasi lintas masyarakat, Dadang ingin menunjukkan bahwa numerasi bisa tumbuh dari ruang-ruang sederhana yang selama ini ada di tengah warga, sehingga manfaatnya terasa luas. Ia juga mendorong semua pihak dapat berkolaborasi dalam pembuatan taman numerasi.
“Di setiap desa akan ada taman numerasi. Dengan dukungan posyandu dan pelayanan publik lainnya, anak-anak punya ruang belajar baru yang dekat dengan keseharian. Kami juga mengajak Karang Taruna, karyawan, hingga mahasiswa KKN untuk ikut serta, misalnya dengan membuat gambar-gambar angka yang menarik bagi anak-anak,” tambahnya.
Menurut Dadang, di kantor kecamatan banyak terdapat area kosong yang belum termanfaatkan sehingga area tersebut dapat dimanfaatkan untuk menjadi taman literasi.
“Banyak ruang terbuka dan pelayanan publik di kecamatan yang bisa jadi tempat belajar numerasi. Kami ingin setiap desa punya taman numerasi, sehingga anak-anak bisa belajar sambil bermain, bahkan ketika orang tuanya mengurus administrasi di kecamatan biasanya mereka membawa anak-anak. Itu bisa jadi peluang belajar numerasi,” kata Dadang.
Matematika GEMBIRA
Untuk semakin memperkuat dan mendukung GNN, Kemendikdasmen juga menggelar Bimbingan Teknis Calon Fasilitator Nasional Matematika GEMBIRA. Sasarannya adalah guru-guru matematika dengan tujuan memperkuat kompetensi guru dalam mengajarkan Matematika dan numerasi secara lebih inovatif dan menyenangkan.
Direktur Jenderal Guru, Tenaga Kependidikan, dan Pendidikan Guru (Dirjen GTKPG), Nunuk Suryani, menjelaskan, pihaknya merancang pengembangan kompetensi bagi guru dengan pendekatan alur GEMBIRA yang merupakan akronim dari: Gali dan Eksplorasi, Muat konten, Buat aktivitas, Ikuti pemikiran murid, Rayakan, dan Akhiri dengan apresiasi.
“Melalui GEMBIRA, diharapkan dapat tercipta pola pengajaran yang mendorong siswa untuk lebih aktif, kreatif, dan berpikir analitis. Dengan demikian, murid merasakan pengalaman pembelajaran Matematika yang lebih kontekstual, inklusif, sekaligus mengasah kemampuan berpikir kritis mereka, “ujar Nunuk.
Sementara itu, guru sekaligus konten kreator, Angga Yuda dari Al Azhar Surabaya, berbagi motivasi membuat konten edukasi Matematika di media sosial. Ia berupaya memecah stigma negatif dengan menghadirkan wajah baru Matematika lewat media digital, sehingga generasi muda lebih tertarik dan merasa dekat dengan numerasi.
“Banyak stigma bahwa Matematika itu sulit dan penuh rumus. Saya ingin menunjukkan bahwa Matematika itu sederhana, sesederhana membeli makanan atau minuman kemasan. Dengan konten yang aplikatif, anak-anak bisa melihat bahwa Matematika ada di setiap aspek kehidupan,” ungkap Angga.