Jakarta- Dunia pendidikan Indonesia saat ini menghadapi krisis kepemimpinan sekolah. Berdasarkan data kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), pada tahun 2025 ini, ada sebanyak 10.899 kepala sekolah jenjang sekolah dasar sampai SMA dan SMK akan memasuki masa pensiun. Sementara, juga ada sebanyak 40.072 jabatan kepala sekolah belum terisi. Tiga provinsi dengan jumlah kebutuhan kepala sekolah tertinggi, yakni Jawa Barat sebanyak 7.490 orang, Jawa Tengah sebanyak 6.881 orang, dan Jawa Timur sebanyak 6.513 orang.
Untuk mengatasi hal itu, Kemendikdasmen meluncurkan Program Kepemimpinan Sekolah (PKS) pada Senin, 23 Juni 2025 lalu. PKS diselenggarakan melalui kolaborasi lintas sektor yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, antara lain Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB), Badan Kepegawaian Negara (BKN), Lembaga Penyelenggara Pelatihan (LPP), pemerintah daerah (pemda), dan penyelenggara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
PKS juga melibatkan partisipasi aktif dari para pendidik dan tenaga kependidikan, seperti guru, kepala sekolah, pengawas sekolah, kepala administrasi sekolah, kepala laboratorium sekolah, kepala perpustakaan sekolah, dan sebagainya.
Pada peluncuran PKS, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, menegaskan bahwa PKS merupakan langkah strategis untuk memperkuat ekosistem pendidikan melalui kepemimpinan yang transformatif, kolaboratif, dan berdampak nyata di tingkat satuan pendidikan. Program ini dirancang tidak hanya untuk menyiapkan calon Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah, dan Tenaga Kependidikan, tetapi juga untuk meningkatkan kompetensi dan karakter kepemimpinan agar mampu menjadi agen perubahan yang mendorong inovasi, memperkuat budaya belajar, serta menggerakkan seluruh unsur pendidikan di satuan pendidikan.
Selain itu, program ini diharapkan mampu mencetak pemimpin-pemimpin pendidikan yang adaptif terhadap tantangan zaman dan berkomitmen terhadap kualitas pembelajaran.
“Untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu dan berkelanjutan dibutuhkan kepemimpinan yang kuat, visoner, transformatif di tingkat satuan pendidikan. Oleh karena itu, para pemimpin sekolah, seperti KS, PS, dan Tendik memiliki peran strategis untuk memastikan proses belajar mengajar berlangsung secara bermutu,” ujar Abdul Mu’ti.
Baca juga : Melalui TKA dan e-Rapor, Evaluasi Pendidikan Lebih Adil dan Objektif

Payung hukum PKS
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan dan Pendidikan Guru (Ditjen GTKPG), Nunuk Suryani, menjelaskan, PKS merujuk pada berbagai regulasi nasional di bidang pendidikan, dengan setidaknya sembilan regulasi utama sebagai dasar pijakan. Salah satu regulasi tersebut adalah Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Permendikdasmen) Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penugasan Guru sebagai KS. Dengan landasan regulatif yang kuat, program ini dirancang untuk berjalan seiring dengan sistem pendidikan nasional dan menjadi bagian integral dalam upaya peningkatan mutu pendidikan melalui penguatan peran strategis para pemimpin di satuan pendidikan.
“Untuk melaksanakan Program Kepemimpinan Sekolah, Kemendikdasmen menyediakan aplikasi pendukung Sistem Informasi Manajemen Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah, dan Tenaga Kependidikan (SIMKSPSTK) pada platform Rumah Pendidikan layanan Ruang GTK. Dengan sistem ini, pengelolaan data, proses seleksi, pelatihan, serta pemantauan karier dapat dilakukan secara lebih efisien, transparan, dan terintegrasi,” ujar Nunuk Suryani.
Baca juga: 449 Siswa ADEM Papua Buktikan Mampu Bersaing dan Beradaptasi
Dukungan Komisi X DPR
Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Hetifah Sjaifudian, menilai, kepemimpinan yang kuat di tingkat satuan pendidikan sangat penting untuk memastikan kualitas pembelajaran yang merata dan berdaya saing. KS, PS, dan Tendik harus saling mendukung agar proses pendidikan berjalan optimal.
Hetifah juga mengapresiasi diterbitkannya Permendikdasmen Nomor 7 Tahun 2025, yang dinilai dapat mempercepat penugasan KS secara lebih terbuka dan akuntabel.
“Melalui kebijakan tersebut, Pemerintah Daerah bisa segera melakukan percepatan pengangkatan KS sehingga tidak terjadi kekosongan,” tutup Hetifah Sjaifudian.
Menurut Hetifah, kepala sekolah dituntut menjadi pemimpin pembelajaran yang mampu menciptakan lingkungan belajar yang aman, inklusif, kondusif, dan memiliki visi jauh ke depan agar terjadi peningkatan kualitas layanan pendidikan secara berkelanjutan.