Jakarta- Program bantuan KIP Kuliah dan Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADik) perlu diperkuat dan diperluas jangkauannya. Namun, yang juga perlu diperhatikan skema pembiayaan pendidikan bagi mahasiswa dari kelompok masyarakat ekonomi menengah yang tidak tercover oleh KIP Kuliah dan ADik.
Kedua hal itu penting sebagai salah satu upaya meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) Pendidikan Tinggi Indonesia yang saat ini, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), baru mencapai 31,45 persen di tahun 2023 dan di tahun 2045 ditargetkan mencapai APK pendidikan Tinggi 60 persen.
“Yang pintar, punya prestasi dan dari keluarga miskin dan rentan miskin tercover oleh KIP Kuliah, dan mahasiswa dari daerah 3T, dan Papua tercover oleh ADik, nah, kita perlu perhatikan mahasiswa yang tidak termasuk kategori itu dan itu lebih banyak.”
Hal itu dikatakan Farida Ayu Brilyanti, dari Direktorat Pendidikan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)pada Webinar Forum Beasiswa ke-12 bertema “Strategi pencapaian APK Pendidikan Tinggi melalui optimalisasi pengelolaan beasiswa di era kepemimpinan baru”, Rabu, 20 November 2024 kemarin.
Menurut Farida,selain dua rekomendasi itu, Bappenas juga merekomendasikan perluasan dan peningkatan peran pemerintah daerah, Dunia usaha dan dunia industri kerja (Dudika) dalam penyediaan bantuan/beasiswa bagi masyarakat.
Baca juga : Upaya Meningkatkan APK Pendidikan Tinggi
“Terakhir, Bappenas merekomendasikan perlunya optimalisasi penganggaran dan pemanfaatan bantuan operasional kepada Perguruan Tinggi, baik anggaran pemerintah, hasil pengelolaan Dana Abadi Pendidikan, maupun pembiayaan alternatif dan inovatif dari Dudika, “jelasnya.

Persyaratan tidak kaku
Sebelumnya, Profesor Warsito, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, mengatakan, target APK Pendidikan Tinggi pada tahun 2045 cukup tinggi.
“APK Pendidikan Tinggi ini penting sebagai indikator kemajuan bangsa karena pendidikan, terutama pendidikan tinggi, bisa sebagai rantai pemutus kemiskinan. Karena itu, kita perlu mengajak semua pengelola beasiswa di Indonesia untuk melakukan konvergensi dan strategi langkah pengelolaan program beasiswa, “ungkapnya.
Agar pemberian beasiswa bisa menjadi salah satu upaya peningkatan APK Pendidikan Tinggi, Warsito meminta agar lembaga-lembaga pengelola dan pemberi beasiswa, baik di pemerintah maupun di masyarakat, termasuk korporasi, untuk selalu melakukan inovasi dan adaptif atau responsif terkait prosedur dan pola permohonan beasiswa.
“Sering kita temui, mahasiswa putus kuliah di tengah jalan karena tidak ada biaya, mau skripsi tidak lanjut karena tidak ada biaya,dan permasalahan sejenis lainnya, saya mengusulkan agar pengelola beasiswa tidak kaku dalam pemberian beasiswa harus di awal semester atau maksimal semester sekian, tapi mengikuti kebutuhan mahasiswa, “ jelasnya.
Adaptatif dan responsif juga perlu dilakukan untuk persyaratan beasiswa lain,seperti harus IPK sekian atau harus mempunyai LoA atau IELTS dan TOEFL minimal sekian.
Menurut warsito, IPK tinggi, punya IELTS dan TOEFL sekian itu gampang dipenuhi masyarakat kelas menengah ke atas karena bisa mengikuti bimbel, kursus dan sebagainya dan punya akses ke luar negeri. Masalahnya, persyaratan itu jarang dipenuhi masyarakat kelas menengah ke bawah, apalagi mahasiswa dari keluarga miskin.
“Maksud saya, pemberian beasiswa di masa mendatang itu perlu ke arah hulu, memberikan beasiswa bagi mahasiswa biasa yang kemungkinan sulit ber IPK tinggi, sulit memiliki sertifikat IELTS atau TOEFL, “katanya.
Warsito juga menyarankan agar pemberian beasiswa menyasar warga masyarakat tidak mampu dari daerah 3 T.
Dikatakan Warsito, pemerintah sendiri telah melakukan upaya menambah volume mahasiswa penerima KIP Kuliah yang saat ini baru 200 ribu pertahun.
“Kita juga mendorong agar standar pembiayaan pendidikan di PT tidak terlalu tinggi dan PT bisa menambah mahasiswa dari afirmasi, optimalisasi peran LPDP berkolaborasi dengan kemenristekdikti, kementerian agama, dan lainnya, “katanya.
Baca juga : Hasil Tracer Study 2023 : Mayoritas Alumni Bidikmisi Berhasil Tingkatkan Ekonomi Keluarga

Kolaborasi pengelola beasiswa
Untuk mengoptimalkan pemberian beasiswa agar meningkatkan APK Pendidikan Tinggi, berbagai pengelola beasiswa di Indonesia perlu melakukan kolaborasi. Hal itu dikatakan Adi Wahyu Adji, Chief Executive Officer Rumah Kepemimpinan.
Menurut Adi, salah satu poin penting dari kolaborasi antar pengelola beasiswa di Indonesia adalah sinkronisasi data. Menurutnya, hal itu penting, salah satunya untuk menghindari double funding, dan mendata mahasiswa yang sudah menerima dan belum menerima beasiswa padahal layak.
“Kolaborasi juga penting agar pengelola beasiswa bisa fokus segmentasi penerima beasiswa sehingga bisa lebih merata,”ujarnya.
Melalui kolaborasi itu, lanjut Adi, akan yang lebih banyak beasiswa bagi mahasiswa yang tidak mampu dan berprestasi atau kombinasi atau tidak masuk keduanya.
“Ada segmen beasiswa untuk masyarakat kelas atas yang berprestasi, ada segmen mahasiswa miskin tapi berprestasi, ada segmen beasiswa bagi mahasiswa yang tidak berprestasi dari keluarga yang menengah,dan segmen-segmen lainnya, “katanya.